Image and video hosting by TinyPic

Sabtu, 22 September 2007

Pemerintah Vs Pedagang Kaki Lima (PKL)





Hampir setiap hari berita di telivisi-telivisi atau media cetak di kita, dipenuhi tentang penertiban wilayah-wilayah yang dihuni Pedagang Kaki Lima (PKL) oleh aparat trantib dan aparat keamanan daerah. Ironisnya, setiap pemuatan berita tentang penertiban PKL selalu dibarengi dengan bentrok fisik dan selalu ada korban. Hal itu terjadi terus-menerus bagaikan aktivitas yang sudah menjadi kemestian adanya. Sehingga gambaran yang nampak di permukaan adalah, sebuah potret masyarakat yang selalu didera konflik terus-menerus tanpa ada kepastian penyelesaian. Atau memang jenis masyarakat kita -- dari mulai penguasa sampai rakyatnya -- adalah masyarakat yang "sakit". Sakit di sini dimaknai, meminjam istilah ahli psikologi yang dinamakan "patologi sosial", yakni semacam penyakit jiwa yang kaitannya dengan pola hubungan sosial.

Oleh karena itu, dalam konteks untuk mencari jalan keluar yang win-win solution diatara kedua pihak, semestinya ada alat kontrol selain perundang-undangan, yakni pendekatan-pendekatan yang sifatnya sosio-kultural. Sosio-kultural yang dimaksud adalah pendekatan yang melibatkan tradisi-tradisi setempat dengan tidak melepaskan sama sekali aturan perundang-undangan yang berlaku. Semisal, menertibkan PKL di daerah yang nota-bene masyarakat religius, maka pemerintah dalam hal ini mengikutsertakan tokoh-tokoh agama atau masyarakat yang dianggap mempunyai kharisma oleh mereka.


Prioritas yang paling penting bagi pemerintah daerah dalam hal ini, bahwa pemerintah melalui aparat trantib dan aparat keamanannya berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari dari bentrok fisik dengan PKL. Bagaimanapun juga, mereka (PKL) adalah anak-anak bangsa yang mempunyai hak yang sama di mata hukum untuk mencari penghidupan yang layak selagi pemerintah tidak dapat membantu hajat hidup mereka. Pemerintah di sini bukanlah satu-satunya yang memiliki seluruh aset bangsa ini. Pemerintah seyognya menjadi "serve of society" atau pelayan masyarakat, bukan sebaliknya sebagai "tuan tanah" yang selalu menghakimi dengan cemeti pada para pelayan-pelayannya. Mungkin realitas inilah yang salama ini terjadi di negeri ini?...

0 komentar:

blogger templates | Make Money Online