Image and video hosting by TinyPic

Selasa, 17 Februari 2009

Ponari: Fenomena Mitos Masyarakat Indonesia


Fenomena Ponari (10 tahun) sang dukun cilik dari Jember Jawa Timur menjadi tambahan agenda tontonan nasional. Masyarakat pada umumnya teralihkan sejenak perhatiannya pada “sakralisasi” batu dan bocah asal Jember itu. Ribuan orang berjubel untuk mendapatkan kekeramatan dari soulmatenya batu dan Ponari. Macam-macam hajat yang diinginkan dari para pasien itu. Ada yang ingin sembuh dari penyakit yang sudah menaun tidak sembuh-sembuh, ada pula yang mencari berkah agar terhindar dari berbagai penyakit. Beragam keinginan dan harapan yang disodorkan pada sang dukun cilik ini hanya dengan “batu keramat” yang dicelupkan ke dalam air dari tangan mungil Ponari.

Ironisnya, meskipun sudah memakan korban meninggal dunia 2 orang karena kelelahan antri untuk dapat ketemu dengan Ponari, semakin banyak yang berharap dapat berkah dari dukun cilik itu. Sudah berbagai upaya dilakukan oleh aparat keamanan untuk mencegah terjadinya korban susulan dengan ditutupnya praktek pengobatan massal, kendatipun dibuka kembali karena desakan pengunjung. Bahkan Ponari yang sempat dievakuasi ke Rumah Sakit karena kelelahan melayani ribuan pengunjung. Begitulah tayangan yang disampaikan ke publik oleh berbagai media nasional tentang Ponari “dukun cilik” yang hampir menggeser perhatian masyarakat dari gegap gempitanya pra Pemilu 2009.

Masyarakat yang terlibat dalam sakralitas Ponari dengan batu keramatnya, berupaya untuk menciptakan dan memelihara simbol mitos kosmologi. Artinya, Ponari dibentuk oleh masyarakat pengagumnya sebagai manusia setengah dewa yang mempunyai kekuatan gaib. Hakikatnya mitos itu menurut Bascum (1986) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh yang punya cerita. Mitos dipersonifikasikan dengan para dewa atau manusia setengah dewa. Peristiwa itu terjadi di dunia lain dan bukan dunia yang dikenal sekarang ini.

Mariasusai Dhavamony (1995) ahli Fenomenologi Agama beranggapan, bahwa memelihara mitos adalah bagian dari kebudayaan masyarakat primitif. Menurutnya, fungsi mitos bagi masyarakat primitif adalah untuk mengungkapkan, mengangkat dan merumuskan kepercayaan kepercayaan, melindungi dan memperkuat moralitas, menjamin efisiensi dari ritus, serta memberi peraturan-peraturan praktis untuk menuntun manusia. Jadi intinya, budaya mitos merupakan produk masyarakat yang lebih mengedepankan aspek spiritual ketimbang rasional.

Masyarakat Indonesia yang sebagian besar tingkat pendidikannya SMP ke bawah, menjadi pemicu berkembangnya mitos-mitos yang di luar batas pertimbangan rasionalitas. Mereka beranggapan bahwa, kehidupan di dunia ini tidak sekedar membutuhkan akal sehat semata, tetapi lebih dari itu, sebagian besar hidupnya untuk sesuatu yang supernatural. Yang dimaksud supernatural disini adalah, sesuatu yang diluar akal sehat atau dunia gaib dan memerlukan kepercayaan yang totalitas tanpa skeptisisme.

Untuk itu, dalam rangka memperkecil budaya mitos yang cenderung tidak mendidik dan anti rasionalitas dalam beragama, diperlukan solusi yang tepat dari para pemuka agama dan para pakar ilmu-ilmu sosial. Solusi yang dibutuhkan bukan sekedar menghilangkan spirit mitos masyarakat, tetapi memberikan alternatif pendidikan yang lebih konprehensif tentang pola hidup sehat berbasis agama dan pelayanan publik. Selanjutnya, ada asistensi atau pendampingan dari lembaga- lembaga yang berkompeten di bidang pemberdayaan masyarakat agar dapat menepis budaya mitos yang tidak sehat dan menyesatkan itu. (Sumber gambar: Kompas)

2 komentar:

Blog Watcher mengatakan...

DI TENGAH BURUK DAN MAHALNYA BIAYA KESEHATAN

Ketika pelayanan kesehatan buruk dan tak kunjung menyembuhkan luka yang dalam, hanya mendung yang menemani pilu dan getir ini, aku hanya bisa parah bersujud di langit-langit pengharapan.

Hari-hari aku lewati terasa bagai malam tak berkesudahan tanpa adanya suatu kesembuhan. Sementara, mahalnya biaya kesehatan semakin menekan dan menghimpit kehidupanku. Aku hanya bisa terbaring lemas di bawah bayang di tengah terik matahari.

Berhari-hari, hingga berminggu-minggu aku menderita sakit, berbagai obat kugunakan, namun tiada satupun yang membawa kesembuhan. Aku meraung-raung kesakitan. Hingga akhirnya dewata mengilhamkan kepadaku, Ku dengar sayup-sayup suara-Nya bahwa hanya batu bertuahlah yang sanggup mengobati lukaku.

Karena di dorong oleh rasa ingin mendapatkan kesembuhan, walaupun di luar akal sehat, bergegas aku mematuhi, menuju tempat itu…………………

………………………..

………………………..

Itulah kisah malang hidupku, bermunajat mendapat kesembuhan di tengah buruknya pelayanan kesehatan dan mahalnya ongkos pengobatan.

SUMBER:http://asyiknyaduniakita.blogspot.com/

M.Yusuf Wibisono mengatakan...

Saya setuju pendapat anda. Memang pemerintah dalam hal ini bertanggung jawab penuh tentang pelayanan publik itu. Tetapi, semua masyarakat yang sadar akan pola hidup sehat turut serta memberikan kesadaran kolektif pada seluruh raktat. Bantuan yang dibutuhkan adalah riel yang berkaitan dengan seluruh hajat hidup termasuk kesehatan mereka.

blogger templates | Make Money Online