Image and video hosting by TinyPic

Senin, 24 Desember 2007

Quo Vadis Perguruan Tinggi?

Selama dua dekade ini, bangsa Indonesia berupaya maksimal memperbaiki dunia pendidikan yang dirasakan kurang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses pembangunan yang sedang bergulir. Berbagai metode dan model yang digunakan, dianggap masih belum menyentuh pada aspek-aspek subtansi masalah kebangsaan. Alih-alih dunia pendidikan dapat memberikan solusi yang tepat dan mujarab, malahan dalam hal-hal tertentu justru menjadi bagian masalah tersendiri yang perlu diselesaikan. Terutama berkaitan dengan model pendidikan di Perguruan Tinggi, sejauh ini belum banyak memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemajuan bangsa secara ideal. Dalam konteks ini muncul pertanyaan, apakah yang terjadi dalam dunia pendidikan Perguruan Tinggi kita? dan sudah seberapa jauh kontribusinya terhadap proses pembangunan di Indonesia selama ini?


Mencermati pertanyaan-pertanyaan di atas, sepertinya terlebih dahulu mengevaluasi kiprah Perguruan Tinggi dalam proses pembangunan nasional (nation building) di Indonesia. Nampaknya, -- dalam aspek kelembagaan -- Perguruan Tinggi selama ini masih dalam proses pembenahan dirinya untuk mencari formula atau model yang tepat untuk konteks kekinian dan kedisinian. Ironisnya, uji coba (triel and error) berulang kali dilakukan untuk mencari formula yang sesuai dengan kebutuhan, saat itu pula secara bersamaan muncul tuntutan perubahan sosial yang terus-menerus oleh masyarakat di berbagai aspek tidak dapat dibendung lagi. Artinya, di satu sisi formula untuk penyelesaian masalah masih dalam proses pencarian, di sisi lain, berbagai masalah datang silih berganti seiring dengan perjalanan waktu. Akibatnya, banyak masalah yang belum tertuntaskan dengan maksimal hingga pada gilirannya terjadi kristalisasi problematika sosial yang sulit untuk diurai.

Kaitannya Perguruan Tinggi dengan permasalahan internalnya, bukan berarti menyurutkan semangat moral force nya untuk tetap peduli dengan problematika kebangsaan yang belakangan ini semakin tidak jelas arah penyelesaiannya. Terlepas setuju atau tidak, bahwa selama ini dunia Perguruan Tinggi (PT) kita belum maksimal sebagai institusi agent of social changes (agen perubahan sosial) di Indonesia. Masyarakat pada umumnya berharap, -- paling tidak minimal -- institusi PT dapat memberikan tauladan yang konstruktif untuk pembinaan moral dan mental masyarakat. Seperti halnya masalah kultur keterbukaan atau transparansi, semestinya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari domain tradisi PT, mulai dari aspek managemen kelembagaan sampai pada aspek yang paling sensitif (keuangan). Dan yang lebih penting lagi adalah, intitusi PT dengan segenap unsurnya siap diaudit atau diperiksa secara intensif dan fair oleh lembaga yang berwenang (setingkat Irjen dan KPK). Bahkan bila perlu, hasil uaditnya dapat diakses oleh masyarakat umum agar dapat diketahui tingkat akuntabilitasnya. Dengan demikian, dunia PT yang selama ini sebagai lembaga "pencetak" insan akademik yang jujur, terbuka, dan sekaligus "penjaga gawang" moral masyarakat awam menjadi realitas yang tak terbantahkan.

Masih masalah internal, belakangan beberapa PT (untuk tidak mengeneralisir) di kita menyajikan "tontonan menarik" dihadapan publik, seperti tawuran antar fakultas, jurusan bahkan antar Perguruan Tinggi. Hal ini merefleksikan "wajah asli" sebagian dunia PT kita masih belum mencerminkan sebagai institusi adult education. Artinya, masih ada para calon "pemimpin masa depan" (mahasiswa) di beberapa PT yang notabene lebih mengedepankan emosi childness ketimbang penyelesaian masalah secara arif dan bijak (wise). Sebab diakui atau tidak, dunia PT senantiasa dalam sorotan dan rujukan masyarakat awam. Jadi bisa dibayangkan kalau dunia PT menyajikan "potret" wajah seperti itu, apalagi masyarakat awam akan melakukan hal yang sama, bahkan boleh jadi lebih dari itu. Oleh karenanya -- tidak menutup kemungkinan -- konflik horisontal yang belakangan marak di sebagian daerah, merupakan dampak yang tak langsung dari sulitnya mencari figur yang dapat memberikan ketadanan, termasuk dari intitusi PT.

Adalah menjadi keharusan universal, bahwa dunia PT memberikan sajian "menu" ketaladanan bagi masyarakat pada umumnya, sehingga PT bukan hanya menjadi "menara gading" yang sulit disentuh, tapi menjadi sub-sistem dari sistem sosial yang ada. Untuk itu, mestinya slogan PT menjadi institusi kekuatan moral dan agen perubahan sosial bukan isapan jempol semata, tapi sudah mewujud dan dapat dirasakan keberadaanya oleh semua masyarakat.

0 komentar:

blogger templates | Make Money Online