Image and video hosting by TinyPic

Senin, 10 Desember 2007

Merajut Benang Kusut Indonesia



Kontroversi tentang membangun Indonesia ke depan adalah topik yang menarik belakangan ini. Banyak kalangan mulai dari politisi sampai para pakar pembangunan yang berpolemik tentang dari mana starting-pointnya untuk membangunan bangsa ini. Apakah bertolak dari stabilitas yang menuju social order (ketertiban sosial) atau dari pertumbuhan ekonomi yang akan mendongkrak kesejahteran masyarakat keseluruhan. Atau bahkan kedua alternatif itu dijalankan secara beriringan dan sekaligus untuk memperkecil "ongkos sosial" yang akan dihadapi oleh seluruh komponen bangsa Indonesia.

Carut-marutnya bangsa Indonesia belakangan ini, dikarenakan kompleksitas permasalahan yang tak kunjung reda, malahan semakin menumpuknya "pekerjaan rumah" yang tidak mudah untuk diselesaikan. Mulai dari aspek fluktuatif kebijakan ekonomi yang acak, sampai pada penegakkan hukum yang tidak berorientasi pada keadilan sosial yang hakiki (terutama masalah korupsi). Di tambah lagi, problematika konflik horisontal yang hampir menyentuh pada sensifitas disintegrasi bangsa belum terselesaikan dengan tuntas. Semua itu to be or not tobe tidak terlepas dari semangat sense of responsibility pemerintah dan para wakil rakyat sebagai penyelenggara negara.

Dirasakan oleh sebagian pihak, bahwa nation-building belakangan ini tidak lebih baik ketika masa Orde Baru (Orba). Pernyataan ini bukan berarti keberpihakan terhadap model pembangunan masa lalu, tetapi lebih pada semangat kritisisme yang berkembang di tengah-tengah masyarakat semakin marak. Memang, sebagaian masyarakat memahami, bahwa membangun bangsa yang sudah hampir menyentuh pada titik nadir ini tidak semudah membalik tangan, seperti tidak mudahnya merajut benang yang sudah kusut. Akan tetapi tidak serta merta penyelenggara negara hanya mengandalkan retorika politik benang kusut untuk menyelesaikan problematika bangsa ini. Sebab, tanpa motivasi yang berorientasi pada semangat berkeadilan, tidak akan mudah mencapai target sebagai bangsa yang beradab.

Pencarian solusi akar masalah kebangsaan, sejatinya tidak cukup hanya dengan polemik dari mana dulu starting pointnya, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah need assessment (penelesuran kebutuhan) pada masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini peran para wakil rakyat,semestinya dapat memberikan ruang dialogis yang produktif kepada seluruh masyarakat. Memang, selama ini interaksi antara wakil rakyat dengan rakyatnya dirasakan cukup intensif. Hanya saja, pengaruh dari interaksi itu kurang memberikan dampak yang signifikan terhadap proggresifitas perubahan masyarakat. Indikasi ini nampak pada persoalan-persoalan di akar rumput (rakyat) yang seringkali kurang tersentuh oleh kebijakan makro penyelenggara negara. Sehingga ungkapan "sumir" yang terlontar, bahwa nation building bangsa ini tidak berpihak ke akar rumput (rakyat), tetapi hanya pada kepentingan para politisi dan pengusaha kelas kakap, menjadi realitas yang tak terbantahkan.

Oleh karena itu, pemberdayaan secara maksimal dan motivasi yang sungguh-sungguh para penyelenggara negara untuk memperbaiki persoalan-persoalan kebangsaan menjadi keharusan mutlak. Tanpa ada motivasi itu, sulit diharapkan masalah bangsa yang multi kompleks ini akan terselesaikan. Bahkan akan bertambah lagi urusan bangsa ini dengan masalah mental para penyelenggara negara itu sendiri. Kalau terjadi demikian, tinggal menunggu kristalisasi krisis kepercayaan dari rakyat kepada seluruh aparatur negara. Kondisi yang demikian ini pada gilirannya, akan memicu munculnys disharmonisasi, instabilitas dan disintegrasi sosial yang tajam.

Untuk menghindar dari kondisi yang demikian itu -- selain dari motivasi -- diperlukan keterlibatan semua komponen bangsa yang peduli untuk memperbaiki kondisi bangsa ini dengan serius. Yang paling penting dari semua itu adalah, bagaimana semua komponen bangsa -- tanpa pandang golongan, partai politik atau bahkan agama -- dilibatkan untuk merumuskan problem solving kebangsaan secara konprehensif dan holistik. Meski dalam proses perjalanannya, kadangkala menemui hambatan-hambatan psikologis, karena berbeda latar belakang ideologis atau apapun namanya. Tetapi untuk kepentingan yang lebih besar, semestinya semua komponen bangsa itu dapat memperkecil ego in-group nya. Dengan begitu, semangat mambangun bangsa bukan didominasi oleh kelompok tertentu, akan tetapi semua ikut bertanggungjawab dan sekaligus menikmati. Tanpa semangat kebersamaan, sampai kapanpun bangsa ini sulit melakukan perubahan ke arah yang lebih maju (progress) sesuai dengan yang dicita-citakan.

0 komentar:

blogger templates | Make Money Online