Belakangan suhu politik Indonesia semakin memanas, meski pemilu 2009 masih beberapa bulan lagi. Dari mulai tohokan politik “Yoyo” Megawati, isu “ABS” dikalangan militer sampai pernyataan Ahmad Mubarok (Wakil Ketua PP Partai Demokrat) 2.5% perolehan suara Golkar. Gonjang-ganjing politik pra-pemilu 2009 ini menandakan sudah mulai ditabuhnya genderang perang politik antar partai dan tokoh nasional.
Belum lagi “perang bintang” (star wars) antar purnawirawan Jenderal TNI yang ingin masuk di kancah perpolitikan nasional. Sebut saja Wiranto, Sutiyoso, Prabowo dan masih ada beberapa lagi yang belum tegas menampakkan diri sambil melihat perkembangan berikutnya. Mereka sangat optimis kalau kepemimpinan nasional digengamannya Indonesia bakal maju dan rakyat sejahtera. Hampir semua calon RI 1 sampai calegnya mengumbar janji dengan berbagai retorika politik yang bombastis. Tidak cukup dengan slogan janji, jurus menohok lawan politik pun dilakukan agar dapat meraup sebanyaknya dukungan dari berbagai kalangan masyarakat.
Memang tidak ada larangan dalam mengumbar janji dari para calon, tapi yang mesti lebih diperhatikan adalah fatsun politik yang elegan. Tidak saling menghujat antar mereka yang berbeda platform politiknya. Para calon pemimpin bangsa ini seharusnya belajar dari perjalanan bangsa yang semakin hari belum jelas – untuk tidak menyebut “bablas” -- orientasinya. Untuk itu sudah waktunya seluruh komponen bangsa ini menyatukan visinya untuk berbenah diri mambangun peradaban bangsa ini. Tidak ada bangsa besar yang dibangun dari puing-puing ke-ego-an. Tapi justru, fondasi bangsa besar dibangun dari titik temu energi positif dari semua warga bangsa.
0 komentar:
Posting Komentar