Lazimnya, usia 40 tahun merupakan tahapan final pematangan sikap mental bagi manusia pada umumnya. Sebagian pakar psikologi mengkatagorikan usia 40 tahun adalah starting-point perubahan identitas, baik yang berorientasi progress (maju) maupun regress (mundur). Arti kata, di usia 40 tahun, seseorang akan diverifikasi tingkat kedewasaannya dalam menentukan arah perjalanan hidupnya di masa depan. Sekedar ilustrasi, Muhammad SAW. pun dilantik menjadi Rasul oleh Allah SWT di saat usia 40 tahun, meskipun pada gilirannya hanya Allah sendiri yang mengetahui rahasia dibalik kematangan usia tersebut.
Aspek Akedemik
Setuju atau tidak, selama ini peningkatan kualitas akademik UIN SGD masih dirasakan kurang maksimal. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal demikian, antara lain; pertama, tradisi akademik kurang mendapat porsi yang selayaknya. Artinya, minimnya minat sebagian civitas akademik (mahasiswa dan dosen) untuk terlibat dalam kelompok-kelompok studi atau klub diskusi ilmiah, termasuk di dalamnya penelitian. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada melemahnya spirit sensifitas dan kritisisme terhadap isu-isu kontemporer baik internal maupun eksternal. Bahkan pada gilirannya, secara kualitatif output atau “jebolan” UIN SGD – ekstrimnya—terkesan menjadi second class di masyarakat, kendatipun pernyataan ini tidak sepenuhnya benar.
Kedua, masih ada dari beberapa staf pengajar (dosen) yang belum mendapatkan fasilitas (subsidi) memadai untuk melanjutkan studinya. Akibat dari hal ini, tidak sedikit dosen mencari tambahan income dari luar kampus untuk pendidikan lanjutan yang mereka tempuh. Realitas demikian ini – untuk tidak menyebut apologetik -- berakibat pada terganggunya profesionalisme dosen yang berkewajiban maksimal untuk mengabdi di kampus. Ketiga, belum adanya figur – baik kaliber lokal maupun nasional -- yang dapat memberikan tauladan atau pengaruh positif terhadap keberadaan seluruh civitas akademika maupun alumni berikutnya.
Aspek Kemahasiswaan
Adalah mahasiswa, yang secara substansif mempunyai peran dominan dalam proses dinamika institusi perguruan tinggi (UIN). Secara kuantitatif kegiatan kemahasiswaan di UIN SGD menunjukkan progresifitas yang berarti. Dalam konteks historis, kegiatan kemahasiswaan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sesuai dengan tuntutan keberadaan unit-unit lembaga/organisasi mahasiswa yang secara legal-formal diakui oleh lembaga PT. Tetapi secara kualitatif, kegiatan kemahasiswaan masih perlu peningkatan yang signifikan dalam rangka mengikuti tuntutan perkembangan dunia perguruan tinggi. Artinya, setiap kegiatan lembaga-lembaga kemahasiswaan – intra maupun ekstra – selalu up-to-date dan sesuai dengan jati diri dunia mahasiswa yang selalu berperan sebagai moral-force dan lebih mengedapankan kepeduliannya terhadap masyarakat pada umumnya.
Kongkritnya, dunia kemahasiswaan di UIN SGD ke depan, semestinya semakin banyak memberikan kontribusi nyata akan kepentingan umat/rakyat. Dengan begitu, rakyat dapat merasakan langsung eksistensi mahasiswa yang nota-bene sebagai agent of social changes atau agen perubahan sosial. Untuk menciptakan sikap mental seperti itu, diperlukan pembinaan yang intensif atau up-grading terhadap para calon aktifis mahasiswa agar lebih sensitif dan merasa including dengan seluruh problem sosial.
Aspek Pengabdian Masyarakat
Sudah menjadi image umum, bahwa keberadaan Perguruan Tinggi (PT) adalah refleksi dari sebuah masyarakat di mana PT itu berada. Demikian halnya UIN SGD yang berada di wilayah Jawa Barat, seyogyanya mempunyai peran yang strategis bagi keberlangsungan umat Islam dari aspek pendidikan tinggi-plus (agama). Citra demikian ini sulit terbantahkan, bila eksistensi UIN SGD selama ini terasakan langsung oleh umat Islam khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Oleh karenanya, dengan semakin kompleksnya problem keumatan paling tidak di wilayah Jawa Barat, -- seperti isu anarkhisme yang mengatasnamakan agama, munculnya aliran-aliran “sesat” dan isu-isu yang sejenisnya -- maka idealnya UIN SGD dengan kecerdasan emosionalnya dapat memberikan solusi yang genuine sesuai dengan kontekstualisasi ajaran Islam dan semangat rahmatan lil alamin. Sehingga pada gilirannya, kehadiran UIN SGD sangat dirasakan oleh seluruh masyarakat dan akan selalu didambakan untuk menjadi problem solver yang kaitanya dengan keislaman dan keumatan. Bahkan boleh jadi dalam konteks makro, UIN SGD akan dilibatkan secara resmi oleh lembaga-lembaga terkait untuk merumuskan persoalan-persoalan kebangsaan dan sekaligus menjadi grand setter-nya.
UIN SGD Masa Depan
Kedua, pembenahan dan penguatan pada aspek kelembagaan. Artinya, UIN SGD sebagai institusi pendidikan tinggi, semaksimal mungkin membenahi dirinya terutama pada aspek managemen, baik administrasi, keuangan, dan delegation of authority atau pembagian kerja yang proporsional dan profesional. Hal ini sesuai dengan prinsip managemen modern yang selalu mengedepankan efektifitas dan efisiensi, selain kompetensi. Tidak kalah pentingnya, dalam penguatan kelembagaan juga ada semangat tranparansi yang mesti dijunjung tinggi, apalagi dalam rangka pencitraan dan ketauladanan yang positif terhadap masyarakat pada umumnya.
Ketiga, lebih mengedapankan dunia akademik dan memelihara tradisi intelektual. Sudah menjadi keharusan universal bagi lembaga perguruan tinggi termasuk UIN SGD untuk senantiasa menciptakan semangat intelektualitas yang tinggi dan terus-menerus, termasuk persyaratan utama dalam konteks kepemimpinan institusi. Sebab pada gilirannya “seleksi alam” atau sunnatullah yang akan memberikan pelajaran berharga bagi mereka yang konsisten maupun yang inkonsistensi, sebagai sebuah konsekuensi logis. Wallahu’alam
0 komentar:
Posting Komentar