Image and video hosting by TinyPic

Selasa, 27 Januari 2009

Sekali Lagi Judulnya Demokrasi

Bagaimana disebut sebagai bangsa yang santun dan beradab, kalau setiap pesta demokrasi (pemilu atau pilkada) selalu berdampak pada kerusuhan dan kerusakan. Belum lagi menyangkut keindahan dan ketertiban kota/daerah yang dikotori oleh berbagai baliho, spanduk dan brosur gambar caleg dan calon kepala daerah. Sejauh ini sebagian masyarakat Indonesia menganggap demokrasi lah yang menjadi biang kerok konflik sosial dan patologi sosial di masyarakat kita.


Dampak menggeliatnya demokrasi di Indonesia pada era pasca Orba, adalah semakin menyeruaknya aspirasi dari berbagai golongan masyarakat. Aspirasi yang didasarkan pada kepentingan yang beragam itulah penyebab dari gesekan tajam selama ini. Lebih-lebih di era ini pula, berbagai aspirasi hampir sulit dibendung. Bahkan ketika di zaman Orba dianggap tabu, hari ini bisa begitu mudah muncul dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Salah satu contoh, wacana golput dalam setiap pemilu/pilkada menjadi suguhan sehari-hari di publik kita. Malahan mantan Presiden RI Gus Dur menyarankan kepada seluruh masyarakat untuk golput pada pemilu 2009.

Ditambah lagi, maraknya demonstrasi oleh mahasiswa dan masyarakat hampir setiap hari mewarnai headline media-media Ibukota, termasuk media elektronik. Suguhan aksi unjuk rasa yang hampir tiap hari itu berdampak pada kejenuhan masyarakat terhadap atmosfir demokrasi. Masyarakat sudah pada titik nadir apriori dan menganggap bahwa aksi demonstrasi selama ini belum tentu murni memperjuangkan aspirasi mereka. Tidak jarang ungkapan "nyinyir" dari sebagian masyarakat dalam merespon aksi-aksi unjuk rasa itu. Yang jelas, masyarakat sebagian besar menghendaki adanya perubahan yang berarti di era reformasi ini. Perubahan yang dimaksud bukan hanya kebebasan menyampaikan aspirasi saja, namun lebih dari itu, meningkatnya kesejahteraan rakyat, tegaknya hukum dan keadailan tanpa pandang bulu.

Pada akhirnya siapapun yang memimpin bangsa ini pasca pemilu 2009, rakyat menghendaki "atmosfir segar" demokrasi. Artinya, demokrasi dimaknai sebagai aspirasi rakyat yang elegan dengan meminimalisir gesekan horisontal dan mengedepankan fatsun politik yang beradab. Begitu pula, bagi para pemimpin terpilih, untuk selalu merespon aspirasi rakyat sebagai inspirasi genuin yang menjadi pijakan dasar pengambilan kebijakan. Meskipun aspirasi itu muncul dari luar kelompok atau in-groupnya, asal berdampak pada kepentingan bersama dan demi kemajuan bangsa.



baca selanjutnya dan beri komentar(klik disini)...

Senin, 19 Januari 2009

Foto-Foto Palastina Bardarah

foto-foto













baca selanjutnya dan beri komentar(klik disini)...

blogger templates | Make Money Online